Dari Jam 8 pagi tadi…………………………

Sejak jam 8 pagi ini aku duduk di depan komputer. Sudah banyak yang kulakukan, ngecek e-mail, searching di google, baca banyak artikel, merekap nilai TOEFL sejak Januari tahun ini, dengan diselingi melayani mereka yang mau mendaftar TOEFL atau mengambil sertifikat.  Sembari duduk dan mengerjakan banyak hal, banyak tema pembicaraan yang kudengar.

Paling awal tadi tema yang mereka bicarakan adalah fisik.  Pembicaraan cewek tentang kulit yang kencang, tubuh tinggi semampai, kosmetik dan salon. Mereka berusaha menarikku ke dalam pembicaraan mereka, hanay dengan setengah hati saja kujawab dengan sepatah dua patah kata saja.

Tema kedua yang mewarnai pembicaraan mereka adalah uang.  Seorang mahasiswa “kepepet” mau ngumpul naskah tanggal 22 bulan ini (padahal sekarang sudah tanggal 20 kan) dan programnya sama sekali belom apa-apa. Dia cari alternatif “cepat” dengan menyerahkan skripsinya untuk dikerjakan orang dengan membayar 1 juta rupiah dalam waktu 1 malam (wow!). Yang menjadi perhatian bukanlah praktik jual beli skripsi (yang memang sudah biasa terjadi) tapi justru besaran uang yang didapat dalam satu malam. “1 juta dalam semalam loh, gila!!!!”

Tema ketiga, sebenarnya agak basi karena sudah 3 hari ini terus saja menjadi bahan pembicaraan tapi tidak selesai-selesai, yaitu tentang Mata Kuliah. Mahasiswa (lagi, tapi beda dengan yang tadi) telah menyelesaikan semua persyaratan untuk lulus, kecuali satu nilai mata kuliah yang sudah diulangnya 3 kali, dan tiga-tiganya menghasilkan nilai D.  Komentar bermunculan, dari yang menduga dosen itu naksir si mahasiswa (karena si mahasiswa “dianggap” dan sering meraga GANTENG), ada yang mengira dosen itu membenci si mahasiswa, ada yang mengatakan dosen itu rasisme (?) terhadap mahasiswa dari Indonesia Timur (catatan : mahasiswa itu dari Sulawesi Utara), ada juga yang mempertanyakan ideologi si mahasiswa sampai-sampai mata kuliah yang “gampang” dan “ideologis” itu menghasilkan nilai D dan bahkan harus diulang 3 kali : (.

Tema keempat, tentang relationship alias hubungan. Siapa pacaran dengan siapa, bagaimana mereka bertemu, bagaimana mereka pacaran, kapan jadian, kapan putus, apa yang menarik dari cewek, apa yang menarik dari cowok, mengapa dan kapan putus, dan lain-lain, dan lain-lain.

Hadirnya “nara sumber” membuat mereka berganti tema, walau masih seputar relationship. Nara sumber banyak memberi wejangan kepada yang masih muda, bagaimana laki-laki itu, apa yang sebenarnya ada di hati laki-laki dan seputar masalah pernikahan. Satu yang menarik, nara sumber itu bilang “Bagaimana kalo tidur di sebelah si A tapi pikiran membayangkan si B? Selingkuh secara fisik selesai, tapi apa ya selesai di situ?” Wah kalo kubilang, itu hanya suara hati si nara sumber saja, yang sepertinya sedang mengalami hal itu.

Di antara tema-tema besar itu, muncul juga pembicaraan-pembicaraan kecil seputar makanan, cemilan, kebiasaan dan kuliah. Ada satu yang menarik untuk kuperhatikan. Pembicaraan singkat yang terjadi antara seorang mahasiswi dengan tutor pelatihan. Si mahasiswi duduk sambil membaca buku yang ia pinjam dariku, berjudul The Zahir karangan Paulo Coelho. Si Tutor masuk melalui pintu dan mendekat lalu berkometar “Wah buku apa itu? Wong kuliah kok bacanya buku begituan, baca dong buku-buku pemrograman.” Kepalaku langsung menoleh ke arah mereka dengan mata yang agak sedikit melotok (walau sebenarnya tidak bisa karena mataku agak sipit). Si Mahasiswi hanya terdiam sambil tersenyum dan melirik ke arahku. Hanya dua kata yang keluar dari mulutku “Kasihan dia…..”

Selama hampir 6 jam aku duduk di sini, dengan berbagai tema pembicaraan yang kudengar, tak satupun yang menurutku benar-benar pembicaraan yang berarti dan bernilai. Di luar sana, orang-orang dengan modal besar sedang berlomba-lomba mengeruk kekayaan dari negeri ini, di ruangan ini malah uang dibicarakan dengan nada memuja dan takjub. Jutaan orang tidak makan hari ini, penjajahan di mana-mana, kelaparan meraja lela, musibah dan bencana silih berganti, di dekatku malah membicarakan hubungan “pribadi” yang sungguh teramat kosong dan dangkal.  Di luar sana ada beberapa gelintir orang yang mati-matian berjuang untuk hidup, belajar mati-matian (juga) di berbagai perguruan tinggi hanya dengan tujuan menjadi pintar alias tidak mau bodoh, di sini praktik jual beli skripsi sudah seperti jual beli kacang goreng. Transaksi sepuluh menit, tawar menawar, harga sepakat dan semuanya selesai. Di suatu tempat di Desa Duwet sana,  terjadi diskusi seru tentang ideologi, di ruangan ini ideologi menjadi bahan tertawaan. Sungguh kasihan mereka, sering membicarakan hal yang mereka sama sekali tidak tahu dan tanpa keinginan sedikitpun untuk mau tahu. Kemarin kudengar keluhan seorang teman tentang mahalnya harga buku yang diinginkannya, tadi pagi kudengar seorang “melecehkan’ buku dengan menganggapnya tidak penting.

Sungguh-sungguh ironis. Aku duduk di antara mahasiswa dan orang-orang yang bisa disebut akademisi (orang-orang yang terjun dalam  dan terlibat langsung  dengan dunia pendidikan) tapi tema-tema yang menjadi pembicaraan mereka justru sangat jauh dari dunia itu, bahkan hampir tidak ada hubungannya. Lebih menyedihkan hal-hal yang seharusnya mereka pelajari, yang seharusnya mereka tahu justru dijadikan bahan tertawaan, buku yang seharusnya menjadi teman terbaik mereka malah diabaikan. Dengan mengatasnamakan “menolong”  mereka memperjualbelikan skripsi dengan mudah dan sangat terbuka.

Berbagai rasa yang muncul dalam diriku selama mendengar mereka, dari mual, muak, sedih, geli dan terakhir kepalaku berdenyut-denyut karena tidak lagi kuat menanggung rasa yang sudah muncul sebelumnya. Kuputuskan untuk menuliskannya.  Ada teramat banyak masalah yang lebih besar dibandingkan dengan masalah yang mereka bicarakan, tapi bagi mereka sepertinya masalah itu jauh dari kehidupan mereka, sama sekali tidak menyentuh kehidupan mereka untuk apa dibicarakan untuk apa dipedulikan. Sekarang, aku tinggal sendirian bersama dengan rasa sedihku menyelesaikan tulisan ini dengan kepala masih berdenyut……………………………


About this entry